Kamis, 06 Juni 2013

Rihlah FLP wil.Yogyakarta :)


so, it's the first time i met my friend in FLP (Forum Lingkar Pena).
karna pas mabit kemaren nggak bisa dateng acaranya jd gak tau siapa2 tmen2nya..tapi, nggak masalah. there're so many time we could meet again.

Malem Sabtunya(1 juni) di sms, sebut aja Adi, salah satu PH FLP. buat dateng rihlah esok harinya..
adi : Assw, afwan ane lupa bilang kalo bsk ada rihlah akbar semua anggota FLP wil Yogyakarta, kumpul di IEC , Masjid mujahidin UNY jam 07.30WIB

Aku : wa'alaikumsalam. rihlahnya dimane? free?
adi : di ledok gebang :) . lagi nggak punya duit ya?#sotoy . bisa ya?
aku : emang kalo lg nggak punya duit mas/mbak mau bayarin aku? alhamdulillah... iya, insyaAlloh bisa ikut.
adi : ya bisa ditalangin dulu lah..
aku : halah, punya duitlah aku, -_-
akhirnya karna nggak tau lekuk2 UNY, sampailah diriku di masjid mujahidin, itu tujuan utama..tapi, krik..krik... no ones!but there are so many girls who wear jacket UNY. aku duduk di sebelah mereka, bukan! aku yakin, bukan mereka.. berasa kayak orang ilang, berasa gak ada temen.
dan seseorang perempuan di sebelahku brtanya padaku..
dia : dari fakultas mana?
aku: hah? ohh...nggak..nggakk.. saya ada acara disini, bukan mahasiswa sini.#sambil meringis
(ya ampuun, salah duduk kayaknya ini. Jadi pada dimana? jgn2 ane salah info! tengok2 gak jelas keluar)
sms pun aku kirim k beberapa PH yg kukenal, trmasuk yg semalem ngsms itu..and, ternyata..memang tak seharusnya ane disitu!

IEC, di belakang masjid mujahidin! Allahu akbar, jadi udah duduk lama.. untung aja gak ditinggal. berngkatlah kita ke lokasi..tretttt tretttettt tteeeeteeeettttttt!

Lokasi pemancingan dan rumah makan! assiiikkk!! udah brp tahun ya trakhir kali mancing? dan kita pun mengadakan kompetisi, dgn kelompok masing2 3 orang. Siapa yg paling byk, ialah pemenangnya!
yes, i will be the winner! 

tapi sayang, udah ada yg ahli mancing dan sering mancing ikan.. nggak heran, dalam waktu singkat dialah pemenangnya. tapi nggak masalah.. yg jelas ane dpt 3 ikan besar2 pula, salah satunya kita santap bersama2!
alhamdulillah, seneng bgt rasanya bisa jd tim yg paling baik.. (Ani sbg pelempar kail, aku sbg pemasang umpan, fani sbg penarik senar), wkwkwkk...

semakin siang, justru langit mulai mendung.. hbs maen2 dan menyantap masakan yg lezat. kali ini ada tugas nih.. apa ya? yeyy! kita disuruh buat karya bebas ttg hari itu..everything, yg paling bagus bakalan diposting di website FLP, dan dapet award! dikumpul sblm jam 18.00WIB, wow...buru2 amat ngumpulnya..

and, there is what i made.. enjoy it hun! :)


Ada Saatnya, Nanti!
Oleh : Monica Lucky Karlina

Pagi hari telah tiba, matahari mulai menampakkan cahayanya. Suara aliran sungai begitu merdu terdengar. Sudah waktunya untuk sarapan, bahkan lebih cepat dari biasanya. Hari ini adalah hari minggu. Waktunya untuk bermalas-malasan dan makan yang banyak. Ahh.. tidak! Setiap hari pekerjaanku hanya bermalas-malasan. Tidak pernah bekerja. Tidak tahu apa itu mencari uang. Yang aku tahu selama ini hanya menerima yang siap ada di depan mata.
Seperti hari-hari biasa, aku berkumpul dengan teman-temanku. Bercerita dan entah merencanakan apapun itu. Merencanakan , dan memikirkan siapa yang akan terluka hari ini. Matahari sudah semakin terik dan tempat ini pun seperti biasa akan semakin ramai. Entah mereka berasal darimana tetapi yang aku tahu dia juga ciptaan Tuhan. Mereka berdatangan dengan penuh suka cita, seperti siap untuk menerkam mangsanya yang tak berdaya dan kelaparan. Sama seperti mereka, harus berjuang untuk mendapatkan makanan. Makanan yang pedas dengan asap beraroma bawang. Tetapi kami tak suka dengan makanan itu.
“Nana, cepat kesini! Disini banyak sekali, aku sudah tak sabar untuk mendapatkannya”, ucap salah seorang perempuan berbaju hitam.
“Pasang umpan, lempar kailnya! Itu yang di tengah!”, kata temannya.
Plukk!!
Suara itu, sudah sangat sering aku dengar. Aromanya saja sudah tercium tepat sampai di depanku. Beriringan teman-temanku menghampiri aroma itu berasal. Tenang tetapi pasti, Dini, Rahma, Roi, dan yang lainnya menabrakkan dirinya ke benda beraroma sedap itu. Lepas terpisah-pisah begitu saja.
“Yaaaahhhh.... lepas deh!”, ujar salah seorang di atas.
Aku tahu, mereka pasti kecewa. Aku yakin, mereka tidak akan berhenti melemparkan kailnya. Tetapi mereka tidak akan bisa mengalahkan teman-temanku. Wajah baru, orang-orang kota itu memegang makanan terlezat kami saja sudah mual dan jijik. Aku sedang malas untuk berburu bersama mereka. Berburu umpan dari segerombolan orang-orang itu. Apa yang ada di fikiran mereka? Menipu? Berusaha? Atau? Mereka sangat begitu bahagia melihat tempat tinggal kita.
“Wah lepas terus! Ayo pindah kesana!”, kata perempuan berbaju kuning.
Mereka selalu berpindah tempat, setelah beberapa kali umpannya lepas diburu teman-temanku. Temanku sudah terlatih, gesit dan aku tau mereka sangat lincah dan mudah bergerak.
Plukk!
Perempuan itu pelempar ulung, ia mampu melempar begitu jauh. Tetapi kudapan seperti ini hanya orang tertentu saja yang mampu memasangnya dengan benar. Seringkali si tua-tua itu tertipu. Tertipu bahwa sebenarnya itu adalah ranjau, ranjau bagi siapa saja yang kelaparan.
“Bagaimana bisa dapat kalau umpannya saja pakai pelet? Masa nggak ada cacing?”, ucap salah satu di antara mereka.
“Mana sempat mau cari cacing segala”, kata perempuan berbaju hitam.
Sudah satu jam lebih mereka berusaha untuk mendapatkan salah satu dari kami. Orang-orang baru itu, orang kota itu sepertinya mereka dibagi beberapa kelompok. Tak usainya mereka membuang-buang umpannya. Tetapi ada wajah lama disana. Wajah lama yang begitu lihai memasang umpan, melempar umpan, dan mengambil salah satu di antara kami. Aku tak akan mendekatinya. Biarlah sisa-sisa ini aku makan. Aku berbeda dengan mereka, teman-temanku.
“Mbak, kesini! Ada umpan cacing!”
“Wah, ayo dipasang! Gemuk lagi cacingnya. Maaf ya , semoga kamu di surga nanti”, ucap perempuan berbaju hitam.
Cacing. Menggeliat, beraroma sedap, lembut dan segar. Tidak! Aku tak boleh sekali lagi mendekat, dan tak akan pernah mendekat! Dan cacing itu meronta-ronta kesakitan, sama seperti....
“Tolong!! Tolong aku! Aarrgggghhh........”
Tidak! Ayahku. Tubuhku limbung, aku panik bergerak kesana-kemari. Aku tak tau apa yang harus kulakukan. Aku berlari kesana dan tak ada yang peduli, aku berlari ke tempat ayah tetapi aku tak mengerti.
“Horeee!!!! Dapat satu!”, teriak perempuan berbaju kuning.
“Hei! Ini ikannya gimana? Mau dimasak atau dimasukkan ke kolam?”, tanya orang di sebelahnya.
Tubuhku bergetar, mataku buram dan aku tak ingin menndengar jawaban dari temannya. Sudah kukatakan pada ayah, ibu, untuk jangan mengambil umpan itu. Tetapi mereka tetap tak mau mendengar. Mereka hanya berkata “Suatu saat akan tiba waktunya”. Aku tak mengerti maksud mereka. Ayah telah pergi, pergi untuk selamanya.
“Coba kita pakai pelet sekarang, tetapi kita tutup jangan sampai kailnya terlihat! Bukankah ini sama halnya dengan hukum sebab-akibat? Kalau nggak salah dipelopori oleh Imam Al Ghazali. Semakin besar apa yang kita berikan, semakin besar pula hasil yang kita dapatkan”,ujarnya.
Plukk!!
Aku sebaiknya pergi dari sini. Mereka yang berbadan besar berkumpul disana. Mungkin beberapa menit lagi mereka akan terluka, tersakiti, atau bahkan pergi.
“Arrgghhh! Tolong! Tolong aku!”
“Horee! Dapat lagi! Ngomong-ngomong ini mau diapain?”, ujarnya girang.
“Dikembaliin aja!”, ujar salah seorang di seberang.
“Bagaimana ya melepasnya? Oh! Tunggu dulu, kita foto-foto bareng sambil bawa ini!”, ucapnya.
Itu akan terasa sangat sakit. Siapa yang sedang dipegang mereka? Entahlah. Ia begitu tenang dan tidak banyak bergerak. Aku tau, akan semakin sakit apabila ia banyak meronta dan bergerak.
“Aku lepas deh! Eh ini susah banget, begini ya? Aku tarik, aduh bagaimana sih?”, kata perempuan berbaju kuning.
“Aahhh, jangan begitu! Kasihan! Mulutnya jadi sobek”, ujar temannya.
Ia pun dikembalikan ke dalam kolam dengan keadaan terluka. Lukanya begitu besar, aroma darah sedikit tercium dari jarak beberapa langkah. Kerja keras dan kemajuan yang sangat sempurna. Perempuan berbaju kuning sangat lihai melempar umpan, perempuan berbaju hitam sangat kuat menarik kail dan temannya begitu lihai memasang umpan, memilih lokasi yang tepat untuk menempatkan umpan mereka. Orang-orang kota itu, wajah baru itu kini sudah lihai. Mereka pun pergi beriringan, siap menyantap Ay...Tidak! Sudahlah!
Langit sudah mulai mendung. Sudah saatnya aku pergi, mencari sisa-sisa yang jatuh. Aku tau rasa sakit itu, aku tau begitu perihnya mereka menarik kuat senar panjangnya. Karena aku masih kecil, aku pasti akan dikembalikan lagi. Esok, ketika aku sudah besar aku akan lebih memilih untuk disantap. Tetapi yang selama ini aku tahu, siapa yang rakus dan kelaparan dialah yang akan menerima akibatnya. Terluka atau pergi dari tempat ini. Lihat saja, mereka yang berbadan besar melahap makanan itu sendirian. Tak ada yang peduli bila ia terluka dan ditarik dengan benda tajam yang tersangkut di mulutnya. Karena tak ada satupun yang mampu untuk melepasnya. Untuk pilihan terakhir, pergi dari tempat ini adalah takdir, menerima semua kenyataan bahwa kita hanyalah ikan. Ikan yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Manusia, makhluk Allah yang paling sempurna. Tetapi aku masih belum mengerti, aku tak ingin terluka lagi dan meninggalkan bekas sobekan di mulutku lagi. Waktu yang menyakitkan itu, ada saatnya nanti.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar