so, it's the first time i met my friend in FLP (Forum Lingkar Pena).
karna pas mabit kemaren nggak bisa dateng acaranya jd gak tau siapa2 tmen2nya..tapi, nggak masalah. there're so many time we could meet again.
Malem Sabtunya(1 juni) di sms, sebut aja Adi, salah satu PH FLP. buat dateng rihlah esok harinya..
adi : Assw, afwan ane lupa bilang kalo bsk ada rihlah akbar semua anggota FLP wil Yogyakarta, kumpul di IEC , Masjid mujahidin UNY jam 07.30WIB
Aku : wa'alaikumsalam. rihlahnya dimane? free?
adi : di ledok gebang :) . lagi nggak punya duit ya?#sotoy . bisa ya?
aku : emang kalo lg nggak punya duit mas/mbak mau bayarin aku? alhamdulillah... iya, insyaAlloh bisa ikut.
adi : ya bisa ditalangin dulu lah..
aku : halah, punya duitlah aku, -_-
akhirnya karna nggak tau lekuk2 UNY, sampailah diriku di masjid mujahidin, itu tujuan utama..tapi, krik..krik... no ones!but there are so many girls who wear jacket UNY. aku duduk di sebelah mereka, bukan! aku yakin, bukan mereka.. berasa kayak orang ilang, berasa gak ada temen.
dan seseorang perempuan di sebelahku brtanya padaku..
dia : dari fakultas mana?
aku: hah? ohh...nggak..nggakk.. saya ada acara disini, bukan mahasiswa sini.#sambil meringis
(ya ampuun, salah duduk kayaknya ini. Jadi pada dimana? jgn2 ane salah info! tengok2 gak jelas keluar)
sms pun aku kirim k beberapa PH yg kukenal, trmasuk yg semalem ngsms itu..and, ternyata..memang tak seharusnya ane disitu!
IEC, di belakang masjid mujahidin! Allahu akbar, jadi udah duduk lama.. untung aja gak ditinggal. berngkatlah kita ke lokasi..tretttt tretttettt tteeeeteeeettttttt!
Lokasi pemancingan dan rumah makan! assiiikkk!! udah brp tahun ya trakhir kali mancing? dan kita pun mengadakan kompetisi, dgn kelompok masing2 3 orang. Siapa yg paling byk, ialah pemenangnya!
yes, i will be the winner!
tapi sayang, udah ada yg ahli mancing dan sering mancing ikan.. nggak heran, dalam waktu singkat dialah pemenangnya. tapi nggak masalah.. yg jelas ane dpt 3 ikan besar2 pula, salah satunya kita santap bersama2!
alhamdulillah, seneng bgt rasanya bisa jd tim yg paling baik.. (Ani sbg pelempar kail, aku sbg pemasang umpan, fani sbg penarik senar), wkwkwkk...
semakin siang, justru langit mulai mendung.. hbs maen2 dan menyantap masakan yg lezat. kali ini ada tugas nih.. apa ya? yeyy! kita disuruh buat karya bebas ttg hari itu..everything, yg paling bagus bakalan diposting di website FLP, dan dapet award! dikumpul sblm jam 18.00WIB, wow...buru2 amat ngumpulnya..
and, there is what i made.. enjoy it hun! :)
Ada
Saatnya, Nanti!
Oleh
: Monica Lucky Karlina
Pagi
hari telah tiba, matahari mulai menampakkan cahayanya. Suara aliran sungai
begitu merdu terdengar. Sudah waktunya untuk sarapan, bahkan lebih cepat dari
biasanya. Hari ini adalah hari minggu. Waktunya untuk bermalas-malasan dan
makan yang banyak. Ahh.. tidak! Setiap hari pekerjaanku hanya bermalas-malasan.
Tidak pernah bekerja. Tidak tahu apa itu mencari uang. Yang aku tahu selama ini
hanya menerima yang siap ada di depan mata.
Seperti
hari-hari biasa, aku berkumpul dengan teman-temanku. Bercerita dan entah
merencanakan apapun itu. Merencanakan , dan memikirkan siapa yang akan terluka
hari ini. Matahari sudah semakin terik dan tempat ini pun seperti biasa akan
semakin ramai. Entah mereka berasal darimana tetapi yang aku tahu dia juga
ciptaan Tuhan. Mereka berdatangan dengan penuh suka cita, seperti siap untuk
menerkam mangsanya yang tak berdaya dan kelaparan. Sama seperti mereka, harus
berjuang untuk mendapatkan makanan. Makanan yang pedas dengan asap beraroma
bawang. Tetapi kami tak suka dengan makanan itu.
“Nana,
cepat kesini! Disini banyak sekali, aku sudah tak sabar untuk mendapatkannya”,
ucap salah seorang perempuan berbaju hitam.
“Pasang
umpan, lempar kailnya! Itu yang di tengah!”, kata temannya.
Plukk!!
Suara
itu, sudah sangat sering aku dengar. Aromanya saja sudah tercium tepat sampai
di depanku. Beriringan teman-temanku menghampiri aroma itu berasal. Tenang
tetapi pasti, Dini, Rahma, Roi, dan yang lainnya menabrakkan dirinya ke benda
beraroma sedap itu. Lepas terpisah-pisah begitu saja.
“Yaaaahhhh....
lepas deh!”, ujar salah seorang di atas.
Aku
tahu, mereka pasti kecewa. Aku yakin, mereka tidak akan berhenti melemparkan
kailnya. Tetapi mereka tidak akan bisa mengalahkan teman-temanku. Wajah baru, orang-orang
kota itu memegang makanan terlezat kami saja sudah mual dan jijik. Aku sedang
malas untuk berburu bersama mereka. Berburu umpan dari segerombolan orang-orang
itu. Apa yang ada di fikiran mereka? Menipu? Berusaha? Atau? Mereka sangat
begitu bahagia melihat tempat tinggal kita.
“Wah
lepas terus! Ayo pindah kesana!”, kata perempuan berbaju kuning.
Mereka
selalu berpindah tempat, setelah beberapa kali umpannya lepas diburu
teman-temanku. Temanku sudah terlatih, gesit dan aku tau mereka sangat lincah
dan mudah bergerak.
Plukk!
Perempuan
itu pelempar ulung, ia mampu melempar begitu jauh. Tetapi kudapan seperti ini
hanya orang tertentu saja yang mampu memasangnya dengan benar. Seringkali si
tua-tua itu tertipu. Tertipu bahwa sebenarnya itu adalah ranjau, ranjau bagi
siapa saja yang kelaparan.
“Bagaimana
bisa dapat kalau umpannya saja pakai pelet? Masa nggak ada cacing?”, ucap salah
satu di antara mereka.
“Mana
sempat mau cari cacing segala”, kata perempuan berbaju hitam.
Sudah
satu jam lebih mereka berusaha untuk mendapatkan salah satu dari kami.
Orang-orang baru itu, orang kota itu sepertinya mereka dibagi beberapa
kelompok. Tak usainya mereka membuang-buang umpannya. Tetapi ada wajah lama
disana. Wajah lama yang begitu lihai memasang umpan, melempar umpan, dan
mengambil salah satu di antara kami. Aku tak akan mendekatinya. Biarlah
sisa-sisa ini aku makan. Aku berbeda dengan mereka, teman-temanku.
“Mbak,
kesini! Ada umpan cacing!”
“Wah,
ayo dipasang! Gemuk lagi cacingnya. Maaf ya , semoga kamu di surga nanti”, ucap
perempuan berbaju hitam.
Cacing.
Menggeliat, beraroma sedap, lembut dan segar. Tidak! Aku tak boleh sekali lagi
mendekat, dan tak akan pernah mendekat! Dan cacing itu meronta-ronta kesakitan,
sama seperti....
“Tolong!!
Tolong aku! Aarrgggghhh........”
Tidak!
Ayahku. Tubuhku limbung, aku panik bergerak kesana-kemari. Aku tak tau apa yang
harus kulakukan. Aku berlari kesana dan tak ada yang peduli, aku berlari ke
tempat ayah tetapi aku tak mengerti.
“Horeee!!!!
Dapat satu!”, teriak perempuan berbaju kuning.
“Hei!
Ini ikannya gimana? Mau dimasak atau dimasukkan ke kolam?”, tanya orang di
sebelahnya.
Tubuhku
bergetar, mataku buram dan aku tak ingin menndengar jawaban dari temannya.
Sudah kukatakan pada ayah, ibu, untuk jangan mengambil umpan itu. Tetapi mereka
tetap tak mau mendengar. Mereka hanya berkata “Suatu saat akan tiba waktunya”.
Aku tak mengerti maksud mereka. Ayah telah pergi, pergi untuk selamanya.
“Coba
kita pakai pelet sekarang, tetapi kita tutup jangan sampai kailnya terlihat!
Bukankah ini sama halnya dengan hukum sebab-akibat? Kalau nggak salah
dipelopori oleh Imam Al Ghazali. Semakin besar apa yang kita berikan, semakin
besar pula hasil yang kita dapatkan”,ujarnya.
Plukk!!
Aku
sebaiknya pergi dari sini. Mereka yang berbadan besar berkumpul disana. Mungkin
beberapa menit lagi mereka akan terluka, tersakiti, atau bahkan pergi.
“Arrgghhh!
Tolong! Tolong aku!”
“Horee!
Dapat lagi! Ngomong-ngomong ini mau diapain?”, ujarnya girang.
“Dikembaliin
aja!”, ujar salah seorang di seberang.
“Bagaimana
ya melepasnya? Oh! Tunggu dulu, kita foto-foto bareng sambil bawa ini!”,
ucapnya.
Itu
akan terasa sangat sakit. Siapa yang sedang dipegang mereka? Entahlah. Ia
begitu tenang dan tidak banyak bergerak. Aku tau, akan semakin sakit apabila ia
banyak meronta dan bergerak.
“Aku
lepas deh! Eh ini susah banget, begini ya? Aku tarik, aduh bagaimana sih?”,
kata perempuan berbaju kuning.
“Aahhh,
jangan begitu! Kasihan! Mulutnya jadi sobek”, ujar temannya.
Ia
pun dikembalikan ke dalam kolam dengan keadaan terluka. Lukanya begitu besar, aroma
darah sedikit tercium dari jarak beberapa langkah. Kerja keras dan kemajuan
yang sangat sempurna. Perempuan berbaju kuning sangat lihai melempar umpan,
perempuan berbaju hitam sangat kuat menarik kail dan temannya begitu lihai
memasang umpan, memilih lokasi yang tepat untuk menempatkan umpan mereka.
Orang-orang kota itu, wajah baru itu kini sudah lihai. Mereka pun pergi
beriringan, siap menyantap Ay...Tidak! Sudahlah!
Langit
sudah mulai mendung. Sudah saatnya aku pergi, mencari sisa-sisa yang jatuh. Aku
tau rasa sakit itu, aku tau begitu perihnya mereka menarik kuat senar
panjangnya. Karena aku masih kecil, aku pasti akan dikembalikan lagi. Esok,
ketika aku sudah besar aku akan lebih memilih untuk disantap. Tetapi yang
selama ini aku tahu, siapa yang rakus dan kelaparan dialah yang akan menerima
akibatnya. Terluka atau pergi dari tempat ini. Lihat saja, mereka yang berbadan
besar melahap makanan itu sendirian. Tak ada yang peduli bila ia terluka dan ditarik
dengan benda tajam yang tersangkut di mulutnya. Karena tak ada satupun yang
mampu untuk melepasnya. Untuk pilihan terakhir, pergi dari tempat ini adalah
takdir, menerima semua kenyataan bahwa kita hanyalah ikan. Ikan yang diciptakan
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Manusia, makhluk Allah yang paling sempurna. Tetapi
aku masih belum mengerti, aku tak ingin terluka lagi dan meninggalkan bekas
sobekan di mulutku lagi. Waktu yang menyakitkan itu, ada saatnya nanti.
***