"lek, aku oleh nunut ora?" (mas, aku boleh numpang nggak?)
"nengdi?"(kemana?)
"neng kono kae lho" (kesana itu lho), sambil melirikkan arah matanya ke lampu merah selanjutnya.
sang kernet pun mengiyakan kepada seorang bocah lelaki itu masuk ke dalam bus antar desanya. Seorang lelaki dengan tinggi 150cm, berkulit hitam, dengan rambut cepak, dan muka yang sangat tirus itu membuat siapa saja terus mengamatinya dari ujung sampai bawah. Bukan karena cara bicaranya, tetapi kulitnya yang begitu udik dan sangat kering, dan proporsi tbuhnya yang benar-benar seperti orang busung lapar.
ia yang masuk dan berjalan di depanku, membuatku menahan nafas ketika ia melewatku. sungguh tak sopan diriku melakukan hal itu. aku hanya tak ingin mencium baunya, karena dari pakaiannya saja sudah begitu kumal. pasti dia orangnya jarang mandi dan oenuh kuman.
Astagfirullah...
semua mata terus mengawasinya hingga ia mengambil tempat duduk paling belakang di bagian bus tersebut. dengan menyeruput es cendol yang ada di genggamannya, tak sedikitpun ia menampakkan wajah sedihnya.
sebungkus nasi lengkap dengan lauk tempe goreng, ikan tongkol dan cah sawi ada di genggamanku. otakku terus berfikir antara kebimbangan yang tak tentu. apakah sebungkus nasi ini kuberikan saja padanya? Ah, dia sudah bawa es cendol lengkap dengan tas kresek isi nasi sepertinya. Lagipula nasi ini kan akan kuberikan pada pengemis yang ada di pinggir jalan itu.
Bus pun berhenti di lampu merah, tepat diriku harus berganti jalur mwnuju kampusku.
jreeenng...
hemm...lagi-lagi seorang pengamen sudah ada di dalam bus kota yang aku tumpangi. tempat duduk sebelah kanan, nomer 5 dari depan menjadi tempat peristirahatanku untuk menikmati perjalanan 20 menit pagi ini sampai tempat tujuan.
angin pagi yang sudah penuh asap berhembus dari pintu belakang bus sebelah kiriku. seorang penumpang berpakaian warna coklat sempat mencuri perhatianku padanya. dengan seenaknya ia duduk di bagian pojok belakang bus tersebut. tak lain, dia adalah bocah lelaki yang sangat tirus tadi.
Lagi-lagi aku kembali bimbang, apakah nasi ini kuberikan saja padanya? tetapi bagaimana caranya? aku berusaha terus tak menggubris dirinya yang seolah tak membutuhkan rasa iba dari siapapun. sudah kuputuskan, aku tak ingin lagi memperhatikannya atau merasa kasihan padanya.
mungkin belum rejekinya.
seorang pengemis di pinggir jalan yang selalu kulihat di pagi hari suadh menanti belas kasih kepada siapapun orang yang lewat di depannya. dahulu aku berfikir, sungguh pengemis=pengemis itu apakah tak ada pekerjaan lain selain meminta-minta dan menunggu belas kasih dari orang-orang? aku pun begitu keras untuk tak sedikitpun memperhatikannya, apalagi memberinya sedikit uang receh.
"nanti kebiasaan tu para pengemis, nggak mau kerja", begitu kufikir.
tetapi semuanya berubah. ketika kusadari, bahwa sebagai seorang muslim tak seharusnya membiarkan ilmu keislamanku tak berkembang sedikitpun. kembali kubuka kumpulan buku yang ada di rak ruang tamu yang sudah berdebu. ensiklopedi nabi Muhammad SAW.
sudah hampir 5 tahun buku itu tak pernah kusentuh. mamaku yang sengaja membelikannya untukku dan adikku. sungguh, aku baru menyadari bahwa istri nabi Muhammad itu ada 11 atau bahkan ada yang mengatakan 12 orang. hal tersebut sempat membuatku tercengang. Kemana saja aku selama ini, karena yang aku tahu hanya 4 orang istri Rasul. itupun aku hanya tahu 2 orang, Khadijah dan Aisyah.
Salah seorang istri Rasul yang ke-7 bernama Zainab binti Jahsy memiliki sifat yang sangat dermawan. berikut salah satu kisahnya...
Setelah Rasulullah wafat, Zainab konsisten untuk tetap tinggal di rumahnya untuk beribadah kepada Allah.
Dia mengalami masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Khalifah Umar bin Al-Khatthab., Umar kerap memberikan tunjangan hidup kepada setiap istri Rasulullah sebanyak dua belas ribu Dirham.
Ketika Ummul Mukminin Zainab menerima tunjangan itu dari Umar, dia tidak menyisakan satu Dirham pun untuk dirinya. Dia menginfakkannya secara keseluruhan kepada kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Suatu ketika Umar bin Al-Khatthab mengirimkan kepadanya harta dalam jumlah banyak.
Zainab lalu berkata, “Semoga Allah mengampuni Umar. Ummahatul Mukminin selain aku, lebih dermawan dalam membagi-bagikan harta ini.”
Dikatakan kepadanya, “Semua harta ini untukmu.”
Zainab kemudian berkata, “Mahasuci Allah Yang Maha Agung.”
Dia lalu menutupi harta itu dengan sebuah kain.
Dia berkata, “Bungkuslah dengan kain.”
Dia lalu menyuruh Barzah binti Rafi’, sembari berkata, “Wahai Barzah, masukkan tanganmu, lalu ambillah segenggam darinya dan bawalah kepada Fulan, kemudian kepada Bani Fulan.”
Zainab kemudian menyebutkan orang-orang dari kerabatnya, anak-anak yatim yang dikenalnya, dan orang-orang miskin.
Barzah binti Rafi’ berkata, “Semoga Allah mengampuni dosamu, wahai Ummul Mukminin. Demi Allah sesungguhnya kita memiliki hak dalam dirham-dirham itu.”
Zainab berkata, “Apa yang ada di bawah kain itu adalah milik kalian.”
Barzah berkata, “Kami lalu menghitung harta itu dan kami mendapatkannya sejumlah 1285 Dirham.”
Zainab kemudian mengangkat tangannya ke langit dan berkata, “Ya Allah, semoga aku tidak lagi mendapatkan pemberian Umar setelah tahun ini.”
Allah mengabulkan doa kezuhudannya, dan dia pun wafat pada tahun itu.
setelah membaca hal itu, membutaku tersadarkan. Kita sesama makhluk Tuhan di dunia, tak sewajarnya berbahagia di atas penderitaan orang yang ternyata saudara kita masih ada yang kelaparan. berikanlah mereka makanan seperti apa yang kita makan. dan semua itu kembali lagi pada niat kita, mendapat ridha-Nya.
Bukan melihat dari, "ahh dia sudah banyak menerima uang dari orang-orang yang lewat ada di depannya". Atau "ahh dia nanti jadi kebiasaan"
tetapi semuanya kembali dari hati kita, bersedekahlah kalian baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi, Seperti pada Q.S.2:274
cerita ini aku buat tanpa mengurangi esensi yang ada di dalamnya..