Aku sungguh tak mengerti jalan fikirannya. Aku serba salah sekarang. Menangani seorang laki-laki berumur 14 tahun yang sedang mencari jati dirinya. Bah! Apa itu mencari jati diri?
"Kudengar hari ini kamu akan pergi dengan temanmu?",tanyaku.
"Ya, seperti itulah.. Nanti dia akan mampir ke rumah"
Tak lama, ia bertanya padaku. "Boleh minta uang 5 dolar saja?"
"Untuk apa?"
"Ya, untuk sekedar bermain"
Aku telah mendengar semua percakapannya dengan temannya itu. Meskipun hanya samar-samar kudengar. Cat, lari, dan ijin.
"Kamu ingin membeli cat? Memang berapa harganya?"
"Iya, harganya sekitar 2 dolar"
"Lalu, kenapa kamu meminta 5 dolar? bukankah teman-temanmu banyak? Bukannya kamu patungan?"
Dengan kikuk ia mengatakan bahwa semua dilakukan untuk bermain.
"Kamu mau mencoret-coret tembok orang?"
"Tetapi ijin kok",sanggahnya.
"Lalu kalau tak diijinkan? Dan tentu saja tak ada orang yang mengijinkan tembok rumahnya untuk dicoret-coret seperti remaja-remaja kalian. Bagaimana jika orang itu tak mengijinkan? Kenapa tak kalian coret-coret saja tembok rumah temanmu? Atau tembok rumahmu?", saat itu aku benar-benar sangat emosi. Bukan karena berapa besar jumlah uang yang diminta, bukan!
"Serius? Benarkah aku boleh mencoret-coret tembok rumahku?"
"Huh!! Tanya saja sama mama yang sedang sibuk bekerja di kota. Jelas kau akan kena marah!"
"Tapi kak, ini adalah seni. kamu tahu tidak?"
Dengan sigap ia mengambil beberapa uang simpanan yang telah disiapkan mama di lemari apabila tiba-tiba dibutuhkan dengan keadaan mendesak.
"Lain kali, akan kutukar uang ini!"
"Hei!!! Apa kamu tahu? mengapa aku enggan meminjamkanmu? Karena aku tak ingin kau seperti remaja udik yang sembarangan mencoret-coret tembok orang! Dikejar polisi aku tak mau tahu!"
Kuamati ia dari balik jendela kamarku. Aku begitu geram melihat tingkahnya. Kudengar temannya bertanya mengapa raut wajahnya tiba-tiba berubah setelah dari dalam. Dan tak lama ia kembali masuk ke kamar.
"Ini, kukembalikan uang mama. Dan aku tak akan mencoret-coret tembok orang!!!Aku pergi"
Ia pergi dengan raut wajah kesal. Aku rasa begitu.
Aku hanya kembali berdiam diri. Aku tak tau apa yang harus kulakukan. Aku begitu menyayanginya. Hanya saja aku tak mengerti bagaimana untuk membuatnya sedikit saja bahagia dengan benar.
Kuteguk kembali kopi yang sudah dingin di depanku..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar